Minggu, 24 Juni 2007

I T I K M A N I L A

BETERNAK ITIK MANILA
oleh : sarif gh UI

Itik manila sebenarnya bukan itik asli seperti itik yang lain, tetapi merupakan spesies sendiri. Di Indonesia nama yang paling umum untuk itik manila (Cairina moschata) adalah entog. Sekalipun itik manila ini termasuk unggas air (water fowls) namun kehidupannya lebih bersifat teritorial (di daratan) tidak seperti umumnya jenis unggas lain (Srigandono, 1997). Itik manila di klasifikasikan sebagai berikut
Phylum Vertebrata
Sub phylum Craniata
Class Aves
Sub class Neomithes
Ordo Anserivarmes
Famila Anatidae
Subfamili Anatinae
Tribus Cairina
Genus Cairina
Species Cairina moschata
Badan itik manila termasuk berukuran besar dengan posisi berdiri yang hampir mendatar (horizontal). Pergerakan di darat lamban sekali tetapi mampu terbang dalam jarak yang cukup jauh sebab mempunyai sayap yang cukup besar dan kuat. Suara itik manila hanya mendesis tidak keras seperti “True duck” lagi pula pejantannya tidak memiliki “Sex feathers” yaitu beberapa helai bulu jantan yang mencuat ke atas pada ujung ekornya. Dalam praktek sehari – hari itik ini sangat berjasa mengerami telur – telur itik asli lain karena sifat mengeramnya sangat baik (Srigandono, 1997).Itik manila sangat mudah beradaptasi dengan lingkungan, sehingga sangat mudah berkembang, disampang itu juga mampu mengkonsumsi pakan berkualitas rwndah yang dicirikan dengan kandungan serat kasar yang tinggi. Itik manila juga mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat disbanding unggas lain. Itik Manila jantan dapat tumbuh lebih capat dari betina, pada umur 13 minggu itik manila jantan dapat mencapai bobot 4 kg sedang betina 2,5 kg, sehingga dengan cepatnya pertumbuhan itik manila dan kemampuan itik Manila dalam mencerna serat kasar maka itik manila ini berpotwnsi di pelihara sebagai itik pedaging.

Itik Turi
Itik turi adalah satu jenis itik petelur dan termasuk bangsa itik Indian Runner. Itik turi termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformis, famili Anatidae, sub famili Anatinae, tribus Anatini, genus Anas dan spesicies Anas domestikus (Srigandono, 1997).
Itik turi merupakan itik lokal Indonesia, itik turi mempunyai bentuk badan hampir tegak lurus dan mempunyai bobot badan sekitar 1,5 kg. Itik turi banyak terdapat di Jawa Tengah bagian selatan dan disekitar Yogyakarta. Itik turi memiliki ciri – ciri sebagai Indian Runner yaitu badanya ramping dan sikapnya tegak lurus di atas bidang horisontal, lehernya kecil dan panjang sehingga kelihatan tidak seimbang dengan ukuran badan dan kepalanya, warna bulu kebanyakan mengarah ke coklat tua. Itik betina mulai bertelur pada umur 22 – 24 minggu dan tidak mempunyai sifat mengerami telurnya. Itik turi dapat dipelihara secara intensif maupun ekstensif, mempunyai ketahanan hidup yang tinggi dan dapat berjalan jauh (Srigandono, 1997).
Itik turi yang dipelihara secara intensif mampu berproduksi antara 200-230 butir telur per tahun.

Fisiologi Pencernaan Itik
Mc Donald et al. (1988) menyatakan pencernaan merupakan proses penguraian bahan pakan menjadi senyawa lebih sederhana untuk diabsorbsi dan dipakai oleh jaringan tubuh. Proses pencernaan bahan pakan pada hewan berlangsung mekanis, enzimatis dan mikrobia. Proses pencernaan mekanis pada unggas berlangsung karena kontraksi otot – otot sepanjang saluran cerna, proses pencernaan kimiawi melibatkan enzim yang disekresikan sepanjang saluran cerna dan pencernaan mikroba berlangsung karena aktivitas mikrobia terutama pada usus besar. Unggas mempunyai saluran cerna yang sangat pendek, sehingga proses pencernaan berlangsung sangat cepat.
Nickel et al. (1997) membagi sistem pencernaan unggas menjadi dua bagian yaitu saluran cerna utama yang terdiri dari mulut, esopagus, lambung, usus kecil, usus besar dan kloaka dan kelenjar pelengkap (asesoris) yaitu hati dan pankreas. Lebih lanjut dinyatakan esopagus pada unggas berbeda dengan ternak lainnya karena bagian distal mengalami pelebaran membentuk kantong yang dikenal dengan tembolok. Lambung unggas dibedakan menjadi lambung kelenjar dan lambung otot atau anela. Usus kecil unggas dibedakan menjadi 3 bagian yaitu duadenum, jejenum dan ileum, sedang usus besar unggas dibedakan atas sekum sebanyak 2 buah dan kolon pendek, kloaka yang bersifat multifungsi.
Makanan yang berasal dari lambung masuk ke dalam gizard yang tidak terdapat pada hewan non ruminansia lain. Gizard mempunyai otot – otot kuat yang dapat berkontraksi secara teratur untuk menghaluskan makanan sampai menjadi bentuk pasta ke dalam usus halus. Biasanya gizard mengandung grit (batu kecil dan pasir) yang akan membantu melumatkan biji – biji (Tillman dkk., 1991)
Usus besar unggas sangat pendek jika dibandingkan hewan non ruminansia lain, terutama dibandingkan babi. Bila kenyataan ini dihubungkan dengan jalannya makanan di kolon dan sekum, diketahui bahwa ada aktifitas jasad renik dan usus besar unggas tetapi sangat rendah jika dibandingkan hewan non ruminansia lain. Kenyataan sangat diragukan apakah selulase mengalami hidrolisa dalam usus besar ini, namum ada petunjuk bahwa hemiselulase mengalami sedikit hidrolisa. Diragukan pula apakah vitamin B yang terbentuk dapat diabsorbsi dalam usus besar, sehingga sintesa vitamin B menjadi tidak penting lagi bagi pemenuhan kebutuhan hewan kecuali bila unggas makan fesesnya sendiri yang kaya akan vitamin B (Tillman dkk., 1991).













Gambar 1. Fisiologi Pencernaan Itik




Ubi Jalar
Sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar belum begitu memasyarakat seperti singkong atau sagu, tapi cukup lumayan walaupun masih setaraf dengan ubi, gambili, talas dan ubi – ubian lainnya. Begitu pula peranannya dalam bidang pertanian, tanaman menjalar yang berasal dari Amerika Latin ini belum sebanding dengan padi, jagung dan singkong. Namun begitu ubi jalar masih tergolong juga tanaman kesayangan petani, dikarenakan nilai ekonomisnya cukup menguntungkan (Lingga dkk., 1990). Ubi jalar terdiri dari 400 spesies dan tersebar hamper diseluruh dunia.
Ubi jalar (Ipomea batatas (Lamb)) merupakan famili convoluulaceae, genus ipomea dan spesies batatas. Varietas ubi jalar dapat dibedakan satu dengan yang lain melalui sifat – sifat generatif yang dimiliki, secara morfologis sifat tersebut sering sulit dibedakan dengan melihat sifat – sifat ubi jalar secara botanis dapat membantu membedakan varietas satu dengan yang lain (Wagino, 1989). Juanda dan Cahyo (2000) mengklasifikasikan ubi jalar sebagai berikut ;
Divisi Spermatophyta
Sub divisi angiosperma
Class dicotyledone
Ordo convolvulates
Family convolvulaceae
Genus ipomea
Spesies Ipomea batatas L
Ubi jalar berkembang secara generatif dan vegetatif, tanaman ini bergenotip heterozigot, sehingga pembiakan generatif langsung menurunkan suatu populasi dengan sifat – sifat genotif yang berbeda dengan induknya. Tanaman ini terdiri dari batang, daun, akar dan bunga, batang ubi jalar tidak berkayu berbentuk bulat dengan serat bagian tengah terdiri dari gabus, bagian perakaran ubi jalar dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu penyerap hara dari dalam tanah yang disebut akar dan penyimpan energi hasil fotosintesis dan disebut ubi. Bentuk bunga ubi jalar menyerupai terompet panjang 3 – 5 cm dan lebar bagian ujung 3 – 4 cm dan warna mahkota bunga ungu putih pada bagian pangkal dan putih pada bagian ujung, daun ubi jalar dapat dibedakan menjadi 3 golongan yaitu bulat, lonjong dan runcing, sedang tipe daun bervariasi antara rata berbentuk dangkal dan berjari (Wagino, 1989).

Menurut Wagino (1989) pada waktu pemeliharaan tanaman ubi jalar perlu pemangkasan. Pertumbuhan batang dan daun mempengaruhi pertumbuhan ubi, pertumbuhan daun yang berlebihan (terlalu lebat) menimbulkan efek naungan yang menyebabkan nilai fotosintesis rendah dan hasil ubi menjadi turun, dalam kondisi ini perlu pemangkasan (pengurangan) daun terutama daun yang kurang produktif (daun tua). Menurut Rukmana (1997)limbah tanaman ubi jalar berupa batang dan daun dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. Dalam 100 gr ubi jalar segar terdiri atas energi 47,00 Kcal, protein 2,80 gr, karbohidrat 10,40 gr, vitamin A 6,105 SI, vitamin B 0,12 mg, vitamin C 22 mg (Wargiono, 1989).
Daun ubi jalar hasil pemangkasan selain langsung digunakan sebagai pupuk dapat juga untuk pakan ternak terutama itik. Itik mampu mencerna bahan pakan yang berkualitas rendah seperti daun ubi jalar, dikarenakan itik mempunyai otot gizzard yang lebih berkembang dibandingkan dengan unggas lain.

Kebutuhan Nutrien Itik
Pakan merupakan sumber nutrien yang dibutuhkan oleh ternak, karena itu dalam penyusunan ransumnya harus sesuai dengan kebutuhan yaitu untuk pertumbuhan, produksi dan hidup pokok, dimana kebutuhan nutrien untuk masing-masing ternak berbeda (Tillman et al., 1986).


Ransum merupakan sekumpulan bahan pakan ternak yang mempunyai persyaratan nutrien dan disusun dengan cara tertentu untuk memenuhi kebutuhan gizi ternak tersebut, sehingga tujuan utama pemberian ransum dan inti utama yang terkandung dalam ransum adalah usaha untuk memenuhi kebutuhan gizi ternak atau unggas itu sendiri (Rasyaf, 1994). Agar kualitas dan kuantitas nutrien yang dibutuhkan ternak terpenuhi maka harus disusun dengan memenuhi kriteria ransum seimbang atau serasi. Ransum seimbang atau serasi adalah ransum yang diformulasikan sedemikian rupa sehingga bahan pakan dan nutrien yang terkandung didalamnya baik macam, jumlah dan proporsinya memenuhi persyaratan yang sesuai dengan kondisi dan tujuan pemeliharaan (Kamal, 1995). Ransum yang diberikan untuk itik harus mempunyai kandungan zat gizi yang seimbang baik jumlah maupun kualitasnya. Juga harus sesuai dengan standard nutrien yang dibutuhkan (Rohaeni, 1994).
Menurut Hill (1954) yang disitasi Wahju (1985) pada periode pertama pertumbuhan anak itik membutuhkan protein lebih rendah daripada anak ayam. Ditambahkan pula bahwa pada umur lima minggu itik membutuhkan ransum dengan kadar protein lebih tinggi, sehingga mempunyai pertumbuhan bobot badan yang sangat cepat. Jika hal tersebut dibandingkan dengan itik yang mendapat ransum dengan kandungan protein rendah pertumbuhannya dua kali lipat, akan tetapi pada umur lima belas minggu berat yang dicapai keduanya sama. Menurut Anggorodi (1985) apabila tingkat protein ransum dinaikkan tanpa menambah tingkat energi persentase lemak pada karkas anak itik berkurang. Jadi adalah penting bahwa setiap kenaikkan ke dalam tingkat protein ransum perlu disertai kenaikan energi.
Menurut Setioko (1992) yang disitasi oleh Rohaeni (1994) standard kebutuhan nutrien secara lengkap untuk itik, khususnya tipe petelur belum ada. Beberapa penelitian masih menggunakan pedoman standard National Research Council (NRC) dan Agricultural Research Council (ARC)yang sebenarnya untuk bibit itik.
Scoot dan Dean (1991) melaporkan adanya perbedaan kandungan lemak tubuh yang besar antara itik dengan unggas lain, maka itik memerlukan energi yang lebih banyak. Itik peking mampu menggunakan energi cukup baik mencapai pertumbuhan normal pada pemberian pakan pellet dengan asas energi 2200 sampai 3330 kcal/kg.
Menurut Rasyid (1989) untuk itik Tegal pada periode starter (umur 0 sampai 4 minggu) membutuhkan protein kasar 18 sampai 22%, energi termetabolis 2.700 sampai 3.300 kcal/kg. Pada periode grower (umur 4 sampai 16 minggu) membutuhkan protein kasar 16 sampai 18%, energi termetabolis 3.080 sampai 3.300 k cal/kg. Sedang untuk layer (16 minggu ke atas) membutuhkan protein kasar 16 sampai 20% dan energi termetabolis 2.400 kcal/kg.

Kandungan Nutrien
Air
Air adalah semua cairan yang menguap pada pemanasan selama beberapa waktu pada suhu 100-105oC dengan tekanan udara bebas sampai sisanya yang tidak menguap mempunyai bobot tetap (Kamal, 1994). Selanjutnya dinyatakan bahwa air berfungsi untuk menghantarkan panas, medium untuk aktivitas metabolik, media penyebaran yang ideal untuk transportasi produk-produk metabolisme dan produk-produk sisa metabolisme, berperan dalam proses pencernaan (Tillman et al., 1986).
Air pada umumnya merupakan 70% atau lebih dari berat tanaman hidup, tetapi banyaknya persen air ini sangat relatif. Tanaman air mengandung air kira-kira 98%, kayu-kayuan umumnya 50% dan biji-bijian mengandung 5% (Seputro, 1985).

Protein Kasar
Protein adalah senyawa organik komplek yang mempunyai berat molekul tinggi. Protein mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Hampir 50% berat kering suatu sel hewani berupa protein dan merupakan senyawa penyusun sel-sel anti bodi serta hormon (Tillman et al., 1984). Anggorodi (1990) asam amino diperoleh sebagai hasil akhir hidrolis bila protein dimasak selama beberapa jam dengan asam kuat atau bila enzim-enzim tertentu bekerja pada protein tersebut.

Lemak Kasar
Lemak adalah lipida yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam eter, kloroform dan benzena. Lemak mengandung karbon, hidrogen dan oksigen dan dapat memberikan kurang lebih 2,25 kali lebih banyak energi dari pada karbohidrat bila mengalami metabolisme (Anggorodi,1990). Hal ini disebabkan lemak mengandung karbon dan hidrogen lebih banyak daripada karbohidrat.
Tillman et al. (1986) menyatakan bahwa lipida sederhana merupakan ester dari tiga asam-asam lemak dan trihidro alkohol gliserol. Pada umumnya istilah lemak meliputi lemak-lemak dan minyak-minyak dan perbedaannya adalah pada sifat fisiknya yaitu lemak adalah padat pada temperatur kamar sedangkan minyak pada temperatur tersebut berbentuk cair. Menurut Tillman et al. (1984) daun mengandung lemak lebih banyak dibanding batang, tetapi penimbunan lemak terdapat pada biji atau buah.

Serat Kasar
Serat kasar dalam arti umum adalah semua senyawa organik yang terdapat didalam pakan yang kecernaannya rendah. Sedang dalam analisis proksimat yang dimaksud dengan serat kasar adalah semua senyawa organik yang tidak larut dalam perebusan dengan larutan H2SO4 1,25% atau 0,255 N dan pada perebusan dengan larutan NaOH 1,25% atau 0,313 N yang berurutan masing-masing selama 30 menit (Kamal, 1994).
Tillman et al. (1986) menyatakan bahwa serat kasar berisi selulose, hemiselulose dan lignin. Selulose dan hemiselulose adalah komponen dalam dinding sel tanaman. Lignin bukan termasuk dalam golongan hidrat arang, tetapi berada dalam tanaman dan merupakan bagian atau kesatuan dari karbohidrat.

Abu
Abu adalah sisa pembakaran sempurna dari suatu bahan yang dibakar pada suhu 500-600oC selama beberapa waktu, semua senyawa organiknya akan terbakar menjadi CO2, H2O dan gas lain yang menguap sedang sisanya yang tidak menguap disebut abu (Kamal, 1994). Komponen abu dalam analisis proksimat tidak penting nilai makanannya, tetapi penting dalam menentukan perhitungan Ekstrak Tanpa Nitrogen (ETN) suatu bahan makanan (Tillman et al., 1986). Lebih lanjut dikatakan bahwa nilai abu tidak bisa dipakai sebagai indeks untuk menentukan jumlah unsur mineral tertentu atau kombinasi unsur-unsur yang penting dalam suatu bahan makanan karena kombinasi unsur-unsur mineral dalam bahan makanan yang berasal dari tanaman sangat bervariasi.
ETN
ETN adalah komponen dari karbohidrat yang terdiri monosakarida, trisakarida dan polisakarida, terutama pati yang semua mudah larut dalam asam dan basa serta mempunyai daya cerna yang tinggi (Tillman et, al. 1998). ETN terbentuk oleh proses fotosintesis yang melibatkan sinar matahari terhadap hijau daun. Funsi utama ETN adalah sebagai pemenuh kebutuhan energi dan panas bagi semua proses tubuh. ETN yang merupakan hasil hidrolisis dari karbohidrat merupakan bagian terbesar dari tumbuhan, yaitu kurang lebih ¾ bagian bahan kering.

Energi
Energi berasal dari dua kata Yunani “en” berarti didalam dan “ergon” berarti kerja dan secara harafiah diartikan sebagai kerja atau gerak didalam. Menurut Tillman et al. (1986) energi adalah suatu kemampuan untuk melakukan pekerjaan dan berbagai bentuk kegiatan kimia, elektrik, radiasi, dan termal serta dapat diubah-ubah. Anggorodi (1995) menyatakan bahwa energi bukanlah suatu nutrien tetapi merupakan fungsi penting sebagai zat nutrien. Energi merupakan bahan bakar bagi pengendalian suhu badan, pergerakan badan dan penggunaan bahan makanan. Semua proses kehidupan tergantung dari energi bahan makanan yang dimakan. Energi membuat hewan sanggup melakukan suatu pekerjaan dan proses-proses produksi lainnya. Segala kerja di dalam tubuh unggas pada akhirnya akan tampak dari luar tubuhnya (Rasyaf, 1992).
Energi dibutuhkan unggas untuk pertumbuhan jaringan tubuh, produksi telur, menyelenggarakan aktifitas fisik dan mempertahankan temperatur tubuh yang normal (Wahju, 1985). Menurut Anggorodi (1990) semua bentuk energi diubah kedalam panas, jadi energi yang ada hubungannya dengan proses-proses tubuh dinyatakan dalam unit panas (calori).
Dinyatakan oleh Tillman et al. (1985) bahwa pada pembakaran setiap satu gram lemak, karbohidrat dan protein berturut-turut dihasilkan energi sebesar 9,40 kcal, 4,30 kcal dan 4,10 kcal. Anggorodi (1985) menyatakan bahwa perbedaan kandungan energi tersebut disebabkan karena adanya perbedaan jumlah atom karbon, hidrogen dan oksigen yang menyusun zat-zat tersebut. Perubahan 1 gram karbon akan menghasilkan 8 kcal sedangkan perubahan 1 gram hidrogen akan menghasilkan 34,5 kcal (Kamal, 1994). Tillman et al. (1986) menambahkan sebenarnya protein mempunyai energi total yang lebih tinggi dibandingkan karbohidrat, tetapi karena oksidasi tidak sempurna yaitu dengan terbentuknya urea menyebabkan protein mempunyai energi tersedia hampir sama dengan korbohidrat.
Menurut Anggorodi (1995) energi yang terdapat dalam bahan makanan dipandang sebagai potensial sampai energi tersebut dimanfaatkan secara proses fisis dan khemis. Semua energi potensial dalam bahan makanan tersebut dalam calorimeter, tidak dapat digunakan hewan, sebagaian energi makanan tidak dicerna atau diasimilasi dan hilang dalam feses.

Pemanfaatan Energi Dalam Tubuh
Energi membuat hewan sanggup melakukan suatu pekerjaan dan proses-proses produksi lainnya. Semua bentuk energi diubah kedalam panas (Anggorodi, 1979). Menurut Wahju (1985) energi dibutuhkan oleh unggas untuk pertumbuhan jaringan tubuh, produksi telur, pengadaan aktifitas fisis dan mempertahankan temperatur tubuh yang normal. Kebutuhan energi aneka ternak unggas seluruhnya dipenuhi oleh energi khemis yang terkandung dalam bahan makanan. Energi yang tersimpan dalam tubuh adalah energi metabolis (ME), diperhitungkan 70% sampai 90% dari energi Bruto (Anggorodi, 1995).
Kandungan energi dalam bahan pakan yang dikonsumsi hewan tidak semuanya tercerna untuk kemudian dimanfaatkan oleh tubuh, tetapi sebagian akan terbuang bersama feses dalam bentuk sisa-sisa nitrogen dan zat-zat lainnya yang tidak dioksidasi oleh tubuh hewan (Anggorodi, 1985). Ditambahkan pula bahwa energi yang terserap tubuh dinamakan energi dapat dicerna (DE) yang merupakan hasil pengurangan nilai energi bruto dengan energi yang terdapat dalam feses.
Energi bahan makanan umumnya dibagi kedalam empat bagian yaitu energi bruto atau gross energy (GE) energi dapat dicerna atau digestible energy (DE), energi metabolis atau metabolizable energy (ME) dan neto atau net energy (NE)
Energi Bruto atau Gross Energy (GE)
Energi bruto adalah sejumlah panas yang dilepaskan oleh suatu unit bobot bahan kering pakan bila dioksidasi sempurna (Zuprizal, 1995). Menurut Tillman dkk. (1998) energi bruto merupakan jumlah energi kimia yang ada dalam makanan yang ditentukan dengan pengukuran panas dari hasil perubahan bahan pakan dengan menggunakan Bomb Calorimeter.

Energi Tercerna atau Digestible Energy (DE)
Energi tercerna adalah bagian bahan makanan yang dimakan dan tidak diekskresikan dalam feses. Besarnya energi tercerna didapat dari selisih antara energi bruto bahan makanan dengan energi bruto dalam feses (Anggorodi, 1990). Menurut Sibbald (1982) selisih energi endogenus dan energi ekskreta bukan diestimasikan sebagai energi tetapi Apparent Metabolizable Energy (AME), karena unggas mengeluarkan feses dan urin melalui satu saluran, yaitu kloaka. Untuk mengestimasikan DE, dibutuhkan kemampuan untuk mengukur energi feses (FE) dan energi urine (EU) secara terpisah. Untuk menentukan True Digestible Energy (TDE) harus dilakukan pengukuran Emdogenus Fecal (FME) sebagai korelasi dari nilai Apparent Digestible Energy (ADE) (Zuprizal, 1995).

Energi Metabolis atau Metabolizable Energy (ME)
Energi metabolis adalah energi bruto dari pakan yang dapat digunakan oleh tubuh. Nilai ME adalah energi bruto dimakan (GEi) dikurang dengan energi feses (FE) dan juga dikurangi dengan energi urine (EU) (Zuprizal, 1995). Menurut Rasyaf (1997) bila energi dapat dicerna (DE) dikurangi dengan energi urine siasanya dinamakan dengan energi metabolis. Menurut Anggorodi (1985) energi dapat dicerna yang telah dikorelasikan dengan energi yang hilang dinamakan energi metabolis. Tilman et al. (1986) menyatakan bahwa energi metabolis adalah energi total dikurangi energi ekskreta (feses, Urine dan metan). Energi yang diperoleh dari pengurangan tercerna dengan energi urin dan energi metan disebut energi metabolis (Kamal, 1994). Energi yang keluar lewat feses dan urin disamping berasal dari pakan, terbawa juga energi yang berasal dari jaringan tubuh dan ini yang disebut endogenus energy. ME yang diukur lewat feses dan urin dengan mengabaikan endogenus energy disebut Apparent Metabolizable Energy (AME), sedangkan sebaliknya adalah True Metabolizable Energy (TME) (corrected endogenus energy) (Nasroedin, 1995).

Energi Netto atau Net Energy (NE)
Energi netto adalah sejumlah energi yang dapat digunakan hanya untuk pemeliharaan (Maintenance) atau untuk pemeliharaan berserta produksi. Menurut Anggorodi (1985) energi neto adalah energi yang tinggal dan tersedia bagi hewan untuk hidup pokok dan produksi. Sedangkan menurut Tillman et al. (1986) energi neto dapat diperoleh dengan mengurangi nilai metabolis dengan panas reaksi.
Energi netto suatu bahan makanan diperoleh dari jumlah energi yang ada dikurangi jumlah energi yang hilang dari feses, pembakaran gas-gas urin dan energi (Anggorodi, 1980). Dinyatakan juga bahwa energi netto adalah energi makanan yang digunakan ternak untuk pemeliharaan (hidup pokok) dan produksi. Energi neto untuk hidup pokok diubah menjadi energi mekanik untuk kerja, yang keluar dari tubuh ternak sebagai panas, panas ini digunakan untuk menjaga temperatur tubuh dan sebagai pelengkap oksidasi energi kimia yang sebenarnya dapat diubah untuk produksi.
Menurut Zuprizal (1995) energi netto pemeliharaan atau net energy for maintenance (NEm) adalah bagian dari NE yang digunakan untuk tetap dalam tingkat keseimbangan. Dalam tingkat ini tidak terjadi pertambahan atau pengurangan energi pada jaringan tubuh. Selanjutnya dinyatakan juga bahwa energi netto produksi atau (NEp) adalah bagian dari NE yang digunakan untuk pertambahan bobot jaringan (pertumbuhan atau produksi lemak) atau untuk sintesis janin, air susu, telur, wool, kuku dan sebagainya.
Penentuan Energi Termetabolis (ME)
Penentuan energi metabolis dari bahan makanan dihitung berdasarkan pada kandungan nutrien atau berdasarkan pada percobaan biologis. Penentuan kandungan energi termetabolis berdasarkan kandungan nutrien didasarkan pada analisis protein, kadar lemak, pati dan gula (Carpenter dan Clegg, 1956) yang disitasi Wahju (1985). Menurut Wahju (1985) nilai energi termetabolis dapat dihitung dengan rumus :
ME (kcal/kg) = 53 + 38 (% pk + 2,25 x % lemak + 1,1 % pati + % gula ).
Axelsson (1939) yang disitasi Sibbald (1982) mengkalkulasi nilai AME pakan unggas dari protein tercerna, kadar lemak dan karbohidrat. Koefisien dalam persamaan diungkapkan oleh Frap et al. (1940) yang disitasi Sibbald (1982) sebagai berikut :
AME (Kj/g) = 18,4 DCP + 39,6 EE + 17,6 (NFE + CF)
Dimana :

DCP : Digestible Crude Protein
EE : Extraet Eter
NFE : Nitrogen Free Extract
CF : Crude Fiber

Menurut Wahju (1992) untuk menghitung energi termetabolis, semua hasil analisis diperhitungkan berdasarkan bahan kering. Besarnya nilai energi termetabolis dikalkulasikan sebagai berikut :
ME (cal/g ransum) = x - y
Dimana :

x = energi per gram ransum
y = (Energi ekskreta per gram ransum + 8,22 x gram N yang diretensi per gram ransum).
Nitrogen teretensi merupakan selisih antara banyaknya nitrogen yang dikonsumsi dengan nitrogen dalam feses dan urine yang sebenarnya merupakan banyaknya nitrogen yang ditahan oleh tubuh ternak yang berupa penambahan bobot badan dan produksi.
Menurut Din et al. (1979) nilai energi termetabolis bahan pakan diperoleh dari nilai energi termetabolis ransum substitusi di kalikan 100, dikurang dengan nilai ME ransum basal dikalikan dengan proporsi ransum basal dalam ransum substitusi, dibagi dengan proporsi bahan pakan yang diteliti dalam ransum subtitusi atau dinyatakan dengan rumus :
(MERS X 100) - (MERB X A)
MEBP =
B

Dimana :

MEBP : ME bahan pakan (cal/g)
MERS : ME ransum substitusi (cal/g)
MERB : ME ransum basal (cal/g)
A : Proporsi ransum basal dalam ransum substitusi(%)
B : Proporsi bahan pakan dalam ransum substitusi (%)

Penentuan energi termetabolis secara biologis dilakukan dengan pengukuran nilai energi dengan menggunakan hewan percobaan yaitu dengan mengukur besarnya energi yang dikonsumsi dan jumlah energi yang hilang bersama feses dan urine dari bahan pakan yang diteliti (Kamal, 1994). Tillman et al. (1991) menyatakan bahwa nilai energi termetabolis dapat ditentukan dengan mengurangi energi total dengan energi ekskreta (feses, urine dan metan). Nilai ME dipengaruhi oleh penggunaan asam-asam amino dalam tubuh, misalnya untuk sintesa protein dan sumber energi. Jadi nilai ME biasanya dikoreksi dengan keseimbangan nitrogen dengan menggunakan beberapa faktor koreksi sebagai berikut : untuk tiap gram nitrogen disimpan dalam tubuh, ada pengurangan 6,77 kcal untuk babi, 7,45 kcal untuk ruminansia dan 8,22 kcal untuk unggas. Akibatnya apabila ternak dalam keadaan keseimbangan N negatif, nilai ME harus ditambah pada koreksinya. Wahju (1992) menyatakan bahwa angka koreksi untuk unggas sebesar 8,22 merupakan estimasi atau diestimasikan dari gram nitrogen dari asam urat yang mempunyai energi ekivalen dengan angka 8,22. Pada percobaan biologis menurut pendapat Nasroedin (1995), ada dua metode yang bisa dipakai dalam penentuan energi metabolis yaitu metode Total Koleksi dan metode dengan menggunakan Indikator.

Metode Total Koleksi
Secara klasik metode total koleksi dikembangkan oleh Sibbald (1976) dengan metode loloh secara kering dan loloh secara basah. Metode ini digunakan untuk mengukur nilai energi termetabolisme.
Ekskreta yang dikoleksi kemudian dikeringkan dan digiling untuk dianalisis. Analisis ransum dan ekskreta diperlukan untuk mendapatkan : (1) kadar air (% bahan kering), (2) energi bruto, ( kalori per gram ransum dan ekskreta ). Untuk menghitung energi metabolis semua hasil analisis dinyatakan berdasarkan bahan kering (Wahju, 1992).
Sibbald (1982) telah mengembangkan suatu cara untuk menentukan energi tersedia sebenarnya (true metabolizable energy). Berdasarkan energi total bahan pakan yang diteliti dari ekskreta yang dikeluarkan selama 48 jam oleh jantan dewasa yang mengalami pakan paksa (force feed). Unggas yang lain dipuasakan selama jangka waktu yang sama, kemudian energi total dari semua feses yang dihasilkan dipergunakan untuk mengurangi nilai energi pakan unggas jantan yang tidak dipuasakan. Perlakuan terhadap ekskreta pasca koleksi berturut-turut pengeringan, penimbangan, penggilingan dan pengukuran energi bruto dengan Metode Bomb Calorimeter adiabatik.
Nilai TME dikalkulasikan dengan rumus :
TME = IE – (FE + UE) – (FmE + UoE)
Dimana :

IE : Energi Intake
FE + UE : Energi ekskreta itik dalam feeding trial
FmE + UoE : Energi ekskreta itik yang dipuasakan

Menurut Zuprizal (1998) nilai energi metabolis atau metabolizable energi (ME) pada unggas dapat dihitung sebagai berikut :
Qp x EBp – Qeks x EBeks
AME =
Qp

EEL
TME = AME +
Qp

Dimana :

Qp : jumlah pakan yang dikonsumsi (g)
Qeks : jumlah ekskreta (g)
EBp : Energi bruto pakan (kcal/kg)
EBeks : Energi bruto ekskreta (kcal/kg)
EEL : Energi Endogen (diukur selama 48 jam)